Sabtu, 23 Februari 2013

cerpen bahasa indonesia : uluran tangan


Uluran Tangan
            Sari tampak begitu murung. Tidak seperti biasanya, hari ini ia begitu pendiam. Sifat dan sikap yang sangat ramah dan sopan membuat teman-temannya ingin mengetahui penyebab perubahan sikap sari. Sebagai sahabat karibnya, aku juga ingin mengetahui penyebab kemurungan sari. Setiap hari sabtu, aku biasa mengajak sari berjalan-jalan bersama ayah, ibu, dan adik-adikku. Ayah dan ibuku sudah menggangap sari sebagai anaknya sendiri. Ayah sari telah meninggal lima tahun yang lalu karena sakit kanker paru-paru. Jadi, sekarang ibunyalah yang menopang kehidupannya bersama dengan keempat adiknya. Akan tetapi, aku sungguh tidak menyangka peristiwa yang sangat tidak aku inginkan terjadi. Sari menolak ajakanku dengan kasar dan mengatakan sesuatu yang menyakiti hatiku
            “ mulai sekarang, aku tak mau ikut kamu jalan-jalan lagi,” balasnya ketika kutanya dia mau ikut atau tidak. Aku betul-betul terkejut atas jawaban itu.
            Sesampainya di rumah, aku menceritakan semua peristiwa  yang kualami dan juga perubahan-perubahan yang terjadi pada diri sari kepad ibuku. Ibu sangat sabar dan bijaksana dalam menghadapi permasalahan. Karena itulah, setiap kali aku mendapatkan kesulitan, hanya kepada ibuku aku berkeluh kesah. Ibuku menasehati agar aku menyadari hakl itu.
            “ sil, sebaiknya kautanyakan kepada sari, kesulitan apa yang tengah ia hadapi!”
            “ apa benar ia mengalami kesulitan, bu ?”
            “ ibu rasa demikian, tidak mungkin sari berubah sikap jika tidak ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.”
            Betul juga, baiklah, aku akan mencoba menanyakannya.”
            Hari ini sari tidak masuk sekolah, di dalam suratnya ia sakit. Aku ingin tahu penyakitnya sehingga sepulang sekolah aku mampir ke rumah sari. Tetapi, begitu tiba di rumah sari, aku jadi kebingungan, apakah yang sedang terjadi? Dua hari……tiga hari……..lima hari…… sari tidak masuk sekolah. Sore itu aku baru pulang dari latihan upacara di sekolah. Aku terkejut ketika melihat sari dengan seragam sekolah berada di tikungan jalan. Pakaiannya sudah lusuh dan dekil, ia berdiri lunglai.
            “ sar….., sari……!” kucoba memanggilnya kutunggu apakah ia menanggapi panggilanku atau tidak. “ sil…., silvi……!” suaranya parau dan ia pun menghambur kepelukanku. Ia menangis, sedih. Aku mecoba membujuknya agar mau ku ajak pulang ke rumahku. Ia setuju, kusuruh dia mandi kemudian makan. Selanjutnya menceritakan dari awal sampai akhir. Akhirnya kami tahu bahwa sari belum membayar uang sekoah dan bu rati member renggang waktu hingga akhir bulan. Akan tetapi, hingga akhir bulan sari belum sanggup membayar akrena belum mendapatkan uang. Itu semua yang menyebabkan sari pergi dari rumah dan tidak masuk sekolah. Ayah dan ibuku menasehati agar sari tidak menggulangi perbuatannya pergi dari rumah.
            “ kasihan ibu dan adik-adikmu!”. Ayah dan ibuku mengangkat sari sebagai anak asuh dan akan membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Sari menangis haru dan bahagia. Dipeluknya ibuku dan diciumnya tangan ayahku. Sari memang anak yang rajin dan pandai, tidak ada salahnya ayah dan ibuku menjadikannya anak asuh. Malam itu juga, aku, ayah, dan ibuku mengantar sari pulang. Sari dan ibunya mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibuku serta bersyukur atas pertolongan Tuhan. Esok harinya, sari sudah kembali masuk ke sekolah dengan wajah berseri-seri. Bahagia, ya ia amat bahagia. Dalam hatiku pun menguvap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengulurkan pertolongan kepada hamba-hamba-Nya yang sedang menghadapi cpbaan.
            Harapanku, semoga kami slalu dalam lindungan dan pertolongan-Nya. Amin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar